Monday, February 22, 2010

Menjadi Karyawan atau Enterpreneur


Mengapa Aku “Resign” dari Bank Central Asia

oleh Made Teddy Artiana, S. Kom

“Kok resign sih dari BCA ?”

Entah sudah berapa kali, pertanyaan simple -yang jawabannya sama sekali tidak simple- ditanyakan kepadaku. Sang Penanya-nya pun beragam, dari orang iseng, tetangga, client, kawan (baik berstatus karyawan atau enterpreneur) sampai seorang Bob Sadino !

Dan seandainya saja aku mau berusaha keras untuk mengingat kemudian menghitung jumlahnya, aku akan kesulitan melakukannya. Karena memang tak terhitung jumlahnya, alias sudah teramat sering. Bahkan, beberapa orang sempat berkali-kali memintaku untuk menuliskan hal itu. Supaya menjadi pelajaran bagi orang lain, begitu alasan mereka. Bagi siapa ? Entahlah. Tetapi justru disinilah letak keunikannya.

Segolongan teman yang mewakili wiraswasta atau lebih beken disebut enterpreneur, menunggu jawaban yang mereka harapkan dapat menjadi sekedar pembenaran bagi alasan-alasan mereka menjadi enterpreneur.

Alasannya beragam, dari gaji karyawan yang dianggap sangat kurang, dendam pada atasan, tidak punya pilihan, dan berbagai alasan lainnya.

Sedangkan golongan yang kedua adalah kaum profesional (baca : karyawan) tentunya, seringkali merasa jengah bercampur minder, bahkan sebelum mereka mendengar sepatah kata apapun sebagai jawaban atas pertanyaan diatas.

Bagiku pribadi keduanya sama-sama klise dan sama-sama menggelikan.

Aku bekerja di PT. Bank Central Asia, Tbk (BCA) dengan awal yang tidak biasa. Sebagai seorang yang masih tergolong freshgraduate aku dipanggil oleh BCA untuk sebuah sessi interview. Sebagai sebuah catatan, ketika itu krisis moneter tengah hebat-hebatnya terjadi di Indonesia. Puluhan ribu karyawan di PHK, sementara puluhan ribu sarjana dan calon sarjana, ketar-ketir harap-harap mules, di kampus mereka masing-masing. Mau keluar dari sana, tidak ada pekerjaan. Mau bertahan dikampus, malu takut ketuaan.

“Saya ingin ditempatkan di team internet banking BCA”, jawabku ketika dua orang petinggi di Divisi Teknologi Informasi bertanya tentang minat yang mendorongku bergabung dengan mereka.

“Tetapi team yang Anda maksud belum ada”, jawab salah satu dari mereka, sambil menatapku tajam.

“Dalam beberapa bulan lagi team itu akan Bapak bentuk”, jawabku tidak mau kalah.

Mereka saling berpandangan satu sama lain.

“Salah seorang direktur BCA mengatakannya di koran”, sahutku seolah mengerti jalan pikiran mereka. “Ia mengatakan dalam beberapa bulan BCA akan mengkonsetrasikan diri mereka kepada pengaplikasian teknologi internet. Dan itu pastilah berarti bahwa BCA akan membentuk team itu segera. Dan saya ingin berada disana !”.

Salah seorang kembali bertanya, “Seandainya saja Anda ditempatkan di team lain, dengan bidang yang lain, yang bukan merupakan team yang Anda mau. Apakah Anda bersedia ?”.

“Maaf Pak, yang saya inginkan hanya di team internet banking, dan bukan yang lain. Jika itu terjadi saya lebih memilih untuk tidak diterima di bank ini, karena bagi saya itu adalah sebuah langkah mundur”, jawabku berani.

Dengan tidak aku duga sama sekali, kedua orang pewawancara itupun tertawa terbahak-bahak, sambil menggeleng-gelengka n kepala mereka.

“Orang gila..orang gila….ya..ya. .ya..”, kata mereka kepadaku.

Interview hari itu ditutup begitu saja. Dengan sebutan gila untukku dan terakhir sebuah jabat tangan erat.

Beberapa hari kemudian aku dipanggil kembali, kali ini oleh dua orang yang berbeda. Yang seorang berwajah tampan menggunakan kaca mata dan berkulit putih bersih. Dia jauh lebih mirip seorang model, dibandingkan seorang pakar IT. Sedangkan yang seorang lagi, dengan aura IT yang kental, berambut tipis dan memiliki perut yang agak gemuk.

“Ha..ha..ha.. rupanya ini orangnya…ha.. ha…ha..”, sambut mereka serempak ketika baru saja melihat sosokku memasuki pintu ruangan itu.

Kami segera berjabat tangan (lagi), dan setelah itu entah mengapa kedua orang itu menghabiskan kurang lebih dua menit selanjutnya dengan mengamatiku, berpandangan satu sama lain, kemudian tersenyum, lalu menggeleng-gelengka n kepala dan tertawa.

Singkat cerita, beberapa bulan kemudian BCA mendevelop aplikasi Internet Banking mereka yang diberinama klikBCA, dan aku ada disana, sebagai team inti yang bertanggungjawab akan tugas tersebut. Sesuatu yang sangat membanggakan dan tidak akan terlupakan seumur hidupku. Aku mendapatkan apa yang sungguh-sungguh ingin ku pelajari. Pengaplikasian teknologi internet dengan segala kecanggihannya pada sebuah sistem perbankan sebesar dan secanggih BCA. Tidak hanya itu, sejak saat itu aku mendapat sebuah pelajaran yang sangat berarti, bahwa hidup ini akan memberikan sesuatu apapun itu (yang baik) kepada siapapun yang sungguh-sungguh meminta dan berusaha mendapatkan nya.

Perjalanan yang sangat mengasyikkan kulakoni di bank itu, hingga tidak terasa hampir tujuh tahun berlalu ! Sempat terjadi sebuah bank besar lain ingin membajakku dari BCA tetapi itu semua –atas nama loyalitas dan profesionalitas- ku tolak baik-baik.

Banyak hal berharga yang telah kuterima dari BCA kala itu : memperkokoh gelar Sarjana Komputer dari kampus dengan serangkaian praktek nyata dilapangan, belajar sistem perbankan, khususnya payment gateway system, belajar investasi di dunia saham, termasuk pelajaran-pelajaran “tambahan” lain, diseputar karyawan, pekerjaan dan gaji mereka.

Sepanjang itu juga aku bertemu dengan beberapa tipe karyawan yang katanya ada disetiap perusahaan.

Tipe pertama, mereka yang antusias akan pekerjaan mereka dan bahagia sekaligus bersyukur dengan salary yang mereka dapatkan. Mereka adalah golongan orang-orang yang walau masih hidup didunia, tetapi merasa sudah di surga.

Golongan kedua adalah mereka yang pasrah dengan pekerjaan mereka dan iklash dengan salary mereka. Ini adalah tipe robot, yang melakukan sesuatu bukan karena hasrat, tetapi sebagai sebuah kebiasaan. Lemari es : dingin, otomatis dan bertahan lama.

Golongan ketiga -tipe yang sangat jarang- yaitu tipe pekerja sosial. Mereka-mereka yang sangat terobsesi dengan pekerjaan mereka, tetapi tidak terlalu pusing dengan gaji.

Golongan keempat, yang agak parah, adalah mereka-mereka yang benci pada pekerjaannya, tetapi tidak keberatan menerima uangnya (karena membutuhkan) . Golongan ini kami sebut (bukan oleh saya…tetapi oleh kami)..agak kasar mohon maaf…sekali lagi maaf…sebagai pelacur.

Golongan pelacur inilah yang paling mengherankan. Mereka komplain setiap hari akan pekerjaan mereka, komplain akan gaji mereka, setiap hari menjelek-jelekkan perusahaan tempat mereka bekerja, selalu merasa diperlakukan tidak adil, selalu kurang, selalu ada yang salah, tetapi tidak berani atau tidak berhasil mendapatkan tempat kerja baru. (Mungkin karena takut, atau mungkin tidak keterima dimana-mana) . Ah..kita tinggalkan saja para pelacur-pelacur itu. (jangan sampai mentalitas mereka menular kepada kita)

Oh iya, ada satu hal lagi yang paling berharga yang kuterima dari BCA saat itu, yaitu perkenalan pada sebuah hobby bernama photography. Sebuah hobby yang sangat luar biasa. Hobby ini juga yang membuat hari Sabtu dan Minggu adalah hari tanpa istirahat buatku. Senin sampai Jumat di kantor, sedangkan Sabtu, Minggu motret. Kegiatan ini terus bergerak sedemikian rupa sehingga membuat Selasa hingga Kamis ada di kantor, Jumat bolos setengah hari, untuk motret. Senin bolos fullday (jika Sabtu Minggu motret diluar kota). Sabtu dan Minggu, hampir pasti untuk memotret.

Clientnya pun beragam, dari wedding, perorangan hingga perusahaan. Bahkan kegiatan potret memotret di dunia wedding, secara tidak sadar menggiring kami untuk membentuk sebuah wedding planner yaitu Kistijah, yang tetap beroperasi hingga sekarang. Lebih dari itu, photography akhirnya menggiringku kesebuah persimpangan yang membuat aku mau tidak mau harus memilih yang satu dan meninggalkan yang lain.

Tidak ada yang salah dengan BCA, yang terjadi adalah sesuatu yang berbeda tumbuh dalam diriku. Aku menemukan sebuah panggilan yang semakin lama semakin kurasakan memang diperuntukkan oleh kehidupan bagiku. Dan panggilan itu bernama “enterpreneur” dan photography –walaupun sebuah hobby yang mengasyikkan- hanyalah jalan.

Proses kontemplasi ini –pilihan antara karyawan dan enterpreneur- berlangsung selama sebulan penuh pada saat terbaring sakit dirumah. Ketika itu aku baru saja selesai menangani proyek photo company profile dari dua buah perusahaan obat-obatan di Indonesia. Mungkin karena kurang beristirahat, ini membuatku kelelahan dan akhirnya jatuh sakit.

Saat itu atasan ku pun, mengunjungiku di rumah. Ia adalah seorang yang sangat bijaksana, sekaligus amat sangat cerdas (sampai kapanpun aku akan selalu berhutang budi dengan beliau). Saat itulah aku mengungkapkan niatku untuk mengundurkan diri. Ia terlihat sama sekali tidak kaget.

“Gue sudah menduga hal itu jauh-jauh hari”, katanya sambil tersenyum dan menarik nafas panjang. “Dan sebagai atasan lu, gue berhak menolak”.

Perdebatan panjangpun terjadi. Hingga disuatu titik, beliau terperangah tak sanggup menjawab, ketika aku berkata dengan penuh kesungguhan, “Saya hidup hanya sekali, dan jika semua ini tidak saya lalui, lalu saya tua dan meninggal tanpa sempat menjawab panggilan ini. Besar kemungkinan saya akan menjadi hantu penasaran, dan Andalah orang pertama yang akan saya datangi !!”

Merasa terpanggil, itu yang pertama. Tidak ingin mendua hati hanya karena takut, alasan selanjutnya, disamping perasaan bersalah karena tidak bekerja seoptimal dulu ditempat kerja (yang sudah memberikan bekal hidup yang tidak sedikit pada ku), membuat aku akhirnya memutuskan untuk menjawab panggilan itu dan meninggalkan Divisi Teknologi Informasi PT. Bank Central Asia, Tbk.

Jadi alasan kepergianku dari BCA dan memulai perjalanan enterpreneur tidak sama dengan yang “digembar-gemborkan” sebagian dari mereka yang merasa mentok di karir pekerjaan, atau ingin buru-buru kaya, ataupun dendam akan pekerjaan dan perusahaan mereka atau promosi gencar dari oknum-oknum pengelola sekolah enterpreneur.

(Aku resign dari BCA, sambil mengantongi sebuah kepastian promosi di satu tahun kedepan. Sementara aku resign disekitar bulan Desember)

Pada sebuah episode yang sangat menarik dari permulaan perjalanan itu, bertemulah aku dengan seorang dedengkot enterpreneur Indonesia, “Om” Bob Sadino, dalam sebuah pembuatan buku pertama dan kedua dari beliau, Belajar Goblok dari Bob Sadino dan Orang Bilang Saya Gila. Kebetulan aku yang diminta oleh suatu penerbit untuk membuatkan konsep photography sekaligus mengeksekusi konsep itu untuk buku yang akan mereka terbitkan tersebut. Kesempatan bolak-balik beberapa kali kerumah Om Bob, kumanfaatkan sebaik-baiknya untuk “Belajar Goblok” dari “Orang Gila” (maaf ya Om J).

Dari pembicaraan yang intens, aku semakin dikuatkan oleh sebuah kiblat pemahaman terhadap dunia enterpreneur yang benar (menurut versi kami), paling tidak untuk dua hal. Pertama, dunia enterpreneur adalah dunia yang sangat mengasyikan dan kritikal bagi kemajuan sebuah bangsa. Kedua, harapan atau angan-angan yang berlebihan yang tidak berjejak pada kenyataan, justru membuat seseorang yang ingin terjun kedunia enterpreneur akan tersesat, lalu, terbunuh disana. Ketiga, untuk menjadi seorang enterpreneur tidak diperlukan terlalu banyak teori, karena seorang enterpreneur mirip dengan seseorang yang ingin menguasai ilmu bela diri, harus banyak berlatih dan banyak bertarung dengan kata lain, rela babak belur karena sebuah praktek lapangan. Keempat, tidak ada dalil atau teori kaku yang menjadi syarat seorang enterpreneur, dengan demikian seorang enterpreneur harus bergerak bebas (bahasa kami kadang mengikuti arus air, kadang berbalik menentang arus itu) tidak dibebani oleh segala muatan yang tidak perlu (baca : teori sekolah).

Tentu saja pendapat kami tidak selalu benar, dan sah-sah saja jika ada orang lain atau disekolah-sekolah enterpreneur, mereka mengatakan hal yang mungkin tidak sama, atau bahkan bertentangan. Kami membebaskan diri dari perdebatan benar salah, bahkan label, pintar atau guoblok !

Bagiku pribadi, adalah mengherankan jika begitu banyak orang, baik dari golongan profesional/ karyawan maupun enterpreneur, mempunyai anggapan bahwa enterpreneur itu berada di srata lebih tinggi dari kaum karyawan. Sebuah anggapan yang bagiku pribadi sangat tidak benar dan sangat tidak mendasar. (Padahal kaum enterpreneur seringkali sangat menggantungkan kesuksesan dan kelangsungan hidup bisnis mereka pada para profesional yang ada). Apakah mereka pikir pengusaha sehebat Bob Sadino menghasilkan milyaran rupiah tanpa bantuan para staff profesional beliau ? saya kira tidak.

Bahkan Tom Peters dan Robert Waterman, dalam In Search of Excellence pun menuliskan tentang betapa perlakuan dan penghormatan terhadap manusia dalam sebuah perusahaan adalah hal utama bagi kesuksesan perusahaan itu.

Ada suatu anggapan lagi yang juga sama kelirunya -bagiku pribadi- yaitu bahwa kalau ingin cepat kaya jadilah enterpreneur, sedangkan kalau memang mau miskin seumur hidup jadilah karyawan.

Atau anggapan sebaliknya, bahwa dunia enterpreneur itu penuh dengan resiko yang menakutkan, sedangkan bekerja menjadi seorang karyawan, lebih terjamin dan aman dari resiko.

Jika semua orang ingin jadi enterpreneur, siapa yang bakal jadi karyawan mereka, atau jika semua orang takut menjawab panggilan enterpreneur mereka, kemudian siapakah yang akan menciptakan lapangan pekerjaan ?

Bagi ku, penghakiman, pengkotakan yang cenderung mengarah pada suatu diskriminasi yang tidak pada tempatnya ini adalah sesuatu yang aneh, mengingat setiap orang memiliki gunung rejekinya sendiri-sendiri. Dan TUHAN, Yang Maha Kaya sama sekali tidak dapat diukur dengan “besar-kecilnya” gaji yang diperoleh oleh karyawan diperusahaan tempatnya bekerja, karena rejeki yang IA siapkan tidak terbatas bagi masing-masing orang, karena itu pula dalam suatu pengertian yang sama, TUHAN –pemilik tunggal bumi dan dunia ini- dapat sepenuhnya dijadikan sandaran yang sangat aman bagi cita-cita (yang baik), termasuk menjadi seorang enterpreneur sukses.

Sekali lagi, bagiku pribadi, semua ini adalah masalah panggilan dan pilihan.

Sehingga tidak ada alasan untuk tidak berbangga menjadi seorang karyawan/kaum profesional apalagi seorang karyawan yang sungguh-sungguh profesional. Dan sama sekali tidak ada alasan bagi kaum enterpreneur untuk membusungkan dada dan memandang rendah mereka yang berada di kuadrant lain. Karena tanpa bantuan sederetan pekerja dan kaum profesional, intuisi sakti para enterpreneur itu tinggal tetap sebagai sebuah angan-angan belaka, atau hidup sebentar lalu mati layu, karena tidak terpelihara kelangsungan hidupnya.

Seperti nasehat bijak yang pernah kudapatkan dari seorang “teman” sekaligus mentor enterpreneur yang luar biasa, ayahku sendiri, seorang penjual pakaian disebuah pasar di Denpasar sana, yang merintis perjalanan panjangnya dari seorang penjaja minyak kayu putih keliling, yang kemudian berhasil membelikan kami, keluarganya, sebuah rumah, lalu menyekolahkan aku dan kakak ku diperguruan tinggi.

Memang ia tidak sekaya “Rich Dad” nya Robert Kiyosaki, tetapi aku sangat bangga padanya karena ia adalah bukti nyata, yang terdekat dan masih sehat walafiat sebagai referensi ke dunia enterpreneur yang belum kukenal secara pribadi sebelumnya.

Nasehat itu adalah :

“Yang jelas dimanapun kita berada dan apapun status kita, selalu berikan yang terbaik. Jika kita kebetulan sebagai karyawan, berikan yang terbaik dan berdoalah selalu bagi perusahaan tempat kita bekerja. Jika kita adalah enterpreneur, berikan yang terbaik untuk karyawan kita dan untuk client-client kita, maka rekaman-rekaman tak kasat mata dalam hidup ini akan mencatat dan membalaskan kepada kita semuanya itu bukan berdasarkan golongan enterpreneur atau karyawan, tetapi seberapa tulus kita memberikan yang terbaik bagi kehidupan. Karena TUHAN pemilik kehidupan ini tidak pernah berhutang kepada siapapun.” (***)

warm regards,


what a wonderfull world !
Made Teddy Artiana, S. Kom
photographer & penulis http://semarbagongp etrukgareng. blogspot. com/

3 komentar:

karosta said...

Dear All,

Awalnya saya membaca dan men'contek' Greatest idea para jenius2 ini...than latihan and 'EUREKA'!!!

I'll done it by my self!

Regards,

Anonymous said...

Здравствуйте!
Быстро Новомодный год - пора приятных хлопот и подарков. Истина, подарки могут укутываться оригинальными и не очень... Сколько же придумать оригинального? Должать отголосок! Подарите себе и родным людям незабываемые впечатления, прекрасную память - запись песни в Вашем исполнении! Студийное качество и гигантский старание записи начисто разных сообразно уровню исполнителей гарантируют прекрасный плод! Такая запись обойдётся Вам только в 300 гривень!
А воеже организаций пропали ничего лучше, чем летать грудь своей профессиональной команды. А сколько ещё беспричинно объединяет, как общая, "своя" песня? Закажите корпоративный ноктюрн вашей организации! Между моих работ в этом направлении - ода "Мегабанка", Института управления, гимн фанатов харьковского "Металлиста".
Кроме этого я предлагаю произведение красивых песен и профессиональных аранжировок ради заказ.

Всякий интересующий задача Вы можете задать сообразно адресу sba300@mail.ru

Мои контакты

Тел.: +38096 2073225, +38063 4020369 (с 12 предварительно 20 часов)
ICQ: 403-800-071
Skype: composerrr

Подробнее ради сайте - [url=]bis-studio.org.ua[/url]

С уважением, [url=]Борис Севастьянов[/url]


Новогодняя Акция:
Открытки и конверты с оригинальным, всерьез интеллигентным, Новогодним дизайном.
Рекордно низкие цены.
Доставку по Вашему городу.

Новомодный Год уже быстро, а ведь память в бизнесе, стоит море дороже небольшого кусочка картона.
С уважением, общество Евромедия [url=]em-card.com.ua[/url]

Anonymous said...

I would like to thank You for being the member of this website. Please allow me to have the possibility to express my satisfaction with HostGator web hosting. They offer professional and fast support and they also offer numerous [url=http://tinyurl.com/hostgator-coupons-here ]HostGator discount coupons[/url].

I like HostGator hosting, You will too.

http://lampmanphotography.info/simplemachinesforum/index.php?action=profile;u=82031